Minggu, 25 November 2012

[Novel] Sword Art Online


Sinopsis

Mustahil melarikan diri sebelum game diselesaikan; 'Game Over' sama artinya dengan «kematian»—.
Tanpa mengetahui «kebenaran» dari MMO (Massively Multiplayer Online) generasi selanjutnya , «Sword Art Online(SAO)», sekitar sepuluh ribu orang masuk bersamaan, membuka tirai game kematian yang kejam ini.
Bermain sendirian dalam SAO, sang karakter utama Kirito dengan segera menerima «kebenaran» dari MMO ini.
Dan di dalam dunia game tersebut, sebuah kastil raksasa yang melayang bernama «Aincrad», dia membedakan dirinya sebagai solo player.
Bertujuan untuk menyelesaikan game tersebut dengan mencapai lantai teratas, Kirito dengan penuh risiko bermain sendirian.
Karena dipaksa oleh seorang pendekar wanita yang ahli menggunakan 'Rapier' bernama Asuna, akhirnya Kirito bekerja sama dengannya.
Pertemuan itu membawa kesempatan untuk menarik keluar takdir Kirito.


Konnichiwa, ogenki desuka? ahha, gayaan gue pake bahasa jepun (jepang). Kali ini gue mau share salahsatu anime favorit gue yang bisa dibilang masih seumur jagung. Ya, siapa yang gak tau Sword Art Online atau sering disebut SAO, anime yang menceritakan kehidupan seorang "gamer" jepang di tahun 2022 yang masuk ke dunia game virtual dan semuanya seperti kehidupan kedua. Oke, tanpa panjang lebar dan tinggi rendah gue share nih novel SAO jilid 1, selamat membaca ^_^

Jilid 1 - Aincrad

Bab 1
Sebuah pedang abu-abu menebas pundakku.
Garis tipis di pojok kiri atas penglihatanku berkurang sedikit. Pada saat yang bersamaan aku merasa sebuah tangan yang dingin menembus jantungku.
Garis biru—yang bernama "HP bar[1]"—adalah sebuah penanda visual dari energi kehidupanku. Di sana masih tersisa sekitar 80 persen. Tidak, kalimat itu kurang tepat. Sekarang, aku sudah 20 persen mendekati kematian.
Aku segera melompat ke belakang sebelum pedang musuh mulai bergerak menyerang.
"Haaa...."
Aku memaksakan diri untuk menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. 'Tubuh' di dunia ini tidak membutuhkan oksigen, tetapi tubuh yang di dunia nyata mungkin saja sedang bernapas dengan cepat. Tanganku mungkin saja sedang berkeringat dan jantungku berdetak dengan cepat.
Tentu saja.
Bahkan jika semua yang kulihat ini adalah virtual reality[2] 3 dimensi, dan garis HP-ku yang sedang berkurang hanyalah sekumpulan angka yang menunjukan sisa HP-ku, kenyataan bahwa aku sedang bertarung mempertaruhkan nyawa tidaklah berubah.
Saat kalian memikirkannya seperti itu, pertarungan ini sangatlah tidak adil. Itu karena musuh di depanku adalah monster berkepala dan berekor kadal, bertubuh manusia dengan kulit berwarna hijau gelap. Mereka bukanlah manusia, bukan juga makhluk hidup. Mereka hanyalah sekumpulan data digital yang akan terus muncul berapa kali pun dibunuh.
—Tidak.
AI yang mengendalikan lizardman[3] sedang mempelajari gerakanku dan memperbaiki kemampuannya merespon seiring berjalannya waktu. Tetapi, saat dia dihancurkan, data tentang pertarungannya pun hilang dan tidak diturunkan ke unit yang akan muncul kembali di area ini.
Ini membuat lizardman tersebut seperti makhluk hidup. Seperti makhluk yang memiliki pikiran masing-masing.
"...Benar 'kan?"
Tidak mungkin dia mengerti apa yang kukatakan, tapi lizardman tersebut (seekor monster level 82 yang bernama «Lizardman Lord») berdesis sambil menyeringai dan menunjukan taring tajam yang keluar dari rahangnya.
Ini adalah kenyataan. Semua yang ada di dalam dunia ini nyata. Tidak ada virtual reality ataupun kepalsuan apa pun di dalam dunia ini.
Aku mengubah posisi pedang panjang satu tangan-ku dengan tangan kanan sejajar dengan bagian tengah tubuhku sambil memperhatikan musuh.
Lizardman itu menggerakkan buckler[4] yang berada di tangan kirinya ke depan dan menarik scimitar[5] di tangan kanannya ke belakang.
Angin dingin bertiup ke dalam dungeon yang gelap dan mengguncangkan api obor. Lantai yang basah dengan lembut memantulkan sinar dari obor yang berkelap-kelip.
"Kraaah!!"
Bersamaan dengan teriakan yang keras tersebut sang lizardman melompat maju. Scimitar-nya membentuk kilatan cahaya yang tajam menuju ke arahku. Sebuah cahaya jingga yang menyilaukan menyala dari lintasan scimitar tersebut. Sebuah teknik pedang kelas atas dari pedang lengkung, «Fell Crescent». Teknik pedang kelas atas yang dapat menempuh jarak 4 meter dalam waktu 0,4 detik.
Tapi, aku telah menantikan serangan itu.
Aku telah perlahan-lahan menambah jarak untuk menciptakan situasi agar AI yang menggerakkan lizardman itu menggunakan teknik tersebut. Aku mencium bau terbakar dari tebasan scimitar yang hanya berjarak beberapa senti dari hidungku.
"Ha ...!!"
Dengan teriakan singkat, kuayunkan pedang secara horizontal. Pedang tersebut sekarang tertutupi oleh efek cahaya biru langit, memotong melalui perutnya yang hanya memiliki pelindung tipis, tetapi bukan darah yang keluar melainkan cahaya merah yang berterbangan. Monster itu berteriak dengan suara pelan.
Tetapi pedangku tidak berhenti. Sistemnya membimbingku mengikuti gerakan yang terprogram dan melanjutkan ke tebasan yang selanjutnya dengan kecepatan yang biasanya mustahil.
Ini adalah elemen paling penting dalam bertarung di dunia ini, «Teknik Pedang».
Pedangku melesat cepat dan menebas dari kiri ke dada lizardman. Dari posisi ini, aku berputar dan serangan ketiga mengenai lebih dalam dibanding sebelumnya.
"Raarrgh !"
Bersamaan dengan pulihnya lizardman dari keadaan stun[6], setelah gagal menyerang dengan teknik tingkat tinggi, dia berteriak dengan marah atau mungkin ketakutan dan mengangkat tinggi-tinggi scimitar-nya ke udara.
Tetapi rangkaian seranganku belum selesai. Pedang yang sedang mengayun ke kanan tiba-tiba berbalik arah dan mengenai jantungnya—titik yang kritis.
Jejak sinar di udara berbentuk kotak bekas serangan 4 kali berturut-turut dariku berpijar, kemudian terpencar. Sebuah teknik 4 tebasan horizontal, «Horizontal Square».
Cahaya terang menyinari dungeon dan kemudian menghilang. Pada saat yang sama, HP bar diatas kepala lizardman menghilang tanpa menyisakan satu titik pun.
Tubuh yang besar itu jatuh, meninggalkan jejak yang panjang, kemudian terhenti tiba-tiba.
Sama seperti kaca yang pecah, lizardman itu pecah menjadi pecahan kecil yang tak terhitung jumlahnya dan menghilang.
Ini adalah «Kematian» di dunia ini, singkat dan cepat. Kehancuran sempurna tanpa meninggalkan jejak sedikit pun.
Aku melihat experience point[7] dan barang yang kudapat, yang muncul dengan tulisan berwarna ungu di tengah penglihatanku, dan mengayunkan pedangku ke kanan dan ke kiri sebelum menyarungkan pedangku di sarung pedang yang berada di punggungku. Aku mundur beberapa langkah dan menyandarkan punggungku ke dinding dan perlahan terduduk.
Lalu aku menghela napasku yang kutahan sejak tadi dan menutup mataku. Keningku mulai terasa pening, mungkin karena letih akibat pertarungan yang panjang. Aku menggelengkan kepalaku beberapa kali untuk menghilangkan rasa pusing dan membuka mataku.
Jam yang bersinar yang berada di bagian kanan bawah penglihatanku menunjukan bahwa sekarang sudah melewati jam 3 sore. Aku harus segera keluar dari dungeon ini atau aku tidak akan mencapai kota sebelum gelap.
"...Bagaimana kalau aku pulang sekarang?"
Di sini tidak ada seorang pun yang mendengar, tapi aku tetap mengatakannya dan perlahan-lahan bangun.
Aku sudah menyelesaikan kegiatan hari ini. Entah bagaimana aku sekali lagi terhindar dari tangan kematian. Tetapi setelah istirahat sejenak, hari esok akan datang bersama dengan pertarungan yang lebih banyak lagi. Ketika berada dalam pertarungan yang tanpa 100 persen kemungkinan menang, sebanyak apa pun jaring-jaring pengaman yang kalian siapkan, akan datang suatu hari dimana keberuntungan kalian habis.
Masalahnya adalah apakah permainan ini akan «terselesaikan» atau tidak sebelum kematian menjemputku.
Kalau kalian menghargai nyawa kalian lebih dari apa pun, bertahan di kota dan menunggu seseorang menyelesaikan game ini adalah pilihan yang paling bijaksana. Tetapi aku tetap pergi solo[8] ke garis depan seorang diri. Apakah aku hanya seorang pecandu VRMMO[9] yang terus meningkatkan statusnya melalui pertarungan yang tak terhitung, ataukah—
Apa aku hanyalah seorang idiot yang dengan mudahnya berpikir bahwa dia bisa memenangkan kebebasan dari semua orang di dunia ini dengan pedangnya?
Saat aku berjalan menuju pintu keluar labirin dengan senyum tipis yang mencerca diriku sendiri, kuingat kembali hari itu.
2 tahun yang lalu.
Saat semuanya berakhir dan dimulai.

- Bersambung -



0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright 2035 Awal dari Segalanya
Theme by Yusuf Fikri